Supported by Blogaul

Selasa, 14 Mei 2013

Salah Kaprah Memaknai Islam Sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin


Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman AllahTa’ala: “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh manusia)” (QS. Al Anbiya: 107)
Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.
Secara bahasa arab, rahmat artinya ar-rifqu wa ath-tha’athuf; kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.

Penafsiran Para Ahli Tafsir
1. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim:
“Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat di sini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:
Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam.
a) Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus.
b) Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran.
c) Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi NabiShallallahu’alaihi Wasallam.
d) Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain.
Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”.
2. Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir:
“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ‘satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”
3. Muhammad bin Jarir Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari:
“Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang apakah seluruh manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh manusia baik mu’min dan kafir? Ataukah hanya manusia mu’min saja? Sebagian ahli tafsir berpendapat, yang dimaksud adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka mendasarinya dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini: ”Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu, seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa gelombang besar”… Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini: “Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat rahmah, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya” (diterjemahkan secara ringkas).
4. Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir:
“Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’. Sebagaimana dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)” (HR. Al Bukhari dalam Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/596. Hadits ini di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam Shahih Al Jami’, 2345)
Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air”

Pemahaman yang Salah Kaprah
1. Berkasih sayang dengan orang kafir
Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar (pluralisme agama), dengan berdalil dengan surat Al Anbiya ayat 107.
Padahal ayat ini sama sekali tidak anjuran untuk perintah berkasih sayang kepada orang kafir. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat Allah dalam ayat ini bagi orang kafir adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu.
Selain itu, konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, serta membenci orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam tafsir beliau di atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh dilukai.
2. Berkasih sayang dalam kemungkaran dan penyimpangan agama
Sebagian kaum muslimin membiarkan berbagai maksiat dan penyimpangan agama serta enggan menasehati mereka karena khawatir para pelakunya tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian berkata : “Islam khan rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Sungguh aneh.
Islam sebagai rahmat Allah bukanlah maknanya berkasih sayang kepada pelaku kemungkaran dan penyimpangan agama serta membiarkan mereka terus melakukannya. Sebagaimana dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya di atas, “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.
Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan.
Sebagian orang yang dinasehati berkata: ‘biarkanlah kami dengan apa yang kami lakukan, jangan mengusik kami’. Ketahuilah pernyataan ini hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun: “Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku‘”
Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan. Yang dinasehati pun sepatutnya lapang menerima nasehat. Bukankah orang-orang beriman itu saling menasehati dalam kebaikan? Dalam surat Al Ashr dipaparkan: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr: 1–3)

Pemahaman yang Benar
Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya di atas, beberapa faedah yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah:
1.      Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Rasul Allah adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
2.      Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama Islam.
3.      Hukum-hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepada makhluk-Nya.
4.      Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam
5.      Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam
6.      Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam.
7.      Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
8.      Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu dengan diwajibkannya perang melawan mereka. Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak.
9.      Orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Yaitu dengan dilarangnya membunuh dan merampas harta mereka.
10.  Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam berupa dihindari dari adzab yang menimpa umat-umat terdahulu yang menentang Allah. Sehingga setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, tidak akan ada kaum kafir yang diazab dengan cara ditenggelamkan seluruhnya atau dibenamkan ke dalam bumi seluruhnya atau diubah menjadi binatang seluruhnya.
11.  Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun ingkar di dalam hati juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain. Namun di akhirat kelak Allah akan menempatkan mereka di dasar neraka Jahannam.
12.  Pengutusan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam menjadi rahmat karena beliau telah memberikan pencerahan kepada manusia yang awalnya dalam kejahilan dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya berada dalam kesesatan berupa peribadatan kepada selain Allah.
13.  Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini diberikan juga kepada orang kafir namun mereka menolaknya. Sehingga hanya orang mu’min saja yang mendapatkannya.
14.  Sebagain ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini hanya diberikan orang mu’min.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, yang dengan sebab rahmat-Nya tersebut kita dikumpulkan di dalam Jannah-Nya. Alhamdulillahiladzi bini’matihi tatimmush shalihat.. [Yulian Purnama]

http://kucintaquran.blogspot.com/2012/08/salah-kaprah-memaknai-islam-sebagai.html

Diunduh Oleh: Suyono S. Adiraharja. Email: bisarumangsa@gmail.com

Tafsir Al Quran Al Karim


Tafsir Al Ahzab Ayat 9-20
Ayat 9-17: Mengingatkan karunia Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin dengan diberi-Nya pertolongan dalam perang Ahzab, serta membongkar kedok kaum munafik.  
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا (٩) إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الأبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا (١٠) هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا (١١) وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلا غُرُورًا (١٢) وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا وَيَسْتَأْذِنُ فَرِيقٌ مِنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلا فِرَارًا (١٣) وَلَوْ دُخِلَتْ عَلَيْهِمْ مِنْ أَقْطَارِهَا ثُمَّ سُئِلُوا الْفِتْنَةَ لآتَوْهَا وَمَا تَلَبَّثُوا بِهَا إِلا يَسِيرًا (١٤)   وَلَقَدْ كَانُوا عَاهَدُوا اللَّهَ مِن قَبْلُ لا يُوَلُّونَ الأَدْبَارَ وَكَانَ عَهْدُ اللَّهِ مَسْؤُولا  ٥) قُل لَّن يَنفَعَكُمُ الْفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ وَإِذًا لّا تُمَتَّعُونَ إِلاَّ قَلِيلا ٦) قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا ٧)


Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 9-17
9. [1]Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan bala tentara yang tidak dapat terlihat olehmu[2]. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
10. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu[3], dan ketika penglihatanmu terpana[4] dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan[5] dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah[6].
11. Disitulah diuji orang-orang mukmin[7] dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat[8].
12. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit[9] berkata, "Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada Kami hanya tipu daya belaka[10].”
13. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka[11] berkata, "Wahai penduduk Yatsrib (Madinah)![12] Tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu[13].” Dan sebahagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)[14].” Padahal rumah-rumah itu tidak terbuka, mereka hanyalah hendak lari.
14. Dan kalau (Madinah) diserang dari segala penjuru, dan mereka diminta agar melakukan fitnah[15], niscaya mereka mengerjakannya; dan hanya sebentar saja mereka menunggu[16].
15. Dan sungguh, mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah, tidak akan berbalik ke belakang (mundur). Dan perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya.
16. Katakanlah (Muhammad)[17], "Lari tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan[18], dan jika demikian (kamu terhindar dari kematian)[19] kamu hanya akan mengecap kesenangan sebentar saja.”
17. [20]Katakanlah, "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (ketentuan) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu[21]?" Mereka itu tidak akan mendapatkan pelindung[22] dan penolong[23] selain Allah[24].
Ayat 18-20: Celaan kepada orang-orang yang lari dari peperangan, terlebih kepada mereka yang mengendorkan semangat jihad.
 
قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الْمُعَوِّقِينَ مِنْكُمْ وَالْقَائِلِينَ لإخْوَانِهِمْ هَلُمَّ إِلَيْنَا وَلا يَأْتُونَ الْبَأْسَ إِلا قَلِيلا (١٨) أَشِحَّةً عَلَيْكُمْ فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى الْخَيْرِ أُولَئِكَ لَمْ يُؤْمِنُوا فَأَحْبَطَ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (١٩)يَحْسَبُونَ الأحْزَابَ لَمْ يَذْهَبُوا وَإِنْ يَأْتِ الأحْزَابُ يَوَدُّوا لَوْ أَنَّهُمْ بَادُونَ فِي الأعْرَابِ يَسْأَلُونَ عَنْ أَنْبَائِكُمْ وَلَوْ كَانُوا فِيكُمْ مَا قَاتَلُوا إِلا قَلِيلا (٢٠)

Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 18-20
18. [25]Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, "Marilah (kembali) bersama kami.” Padahal mereka datang berperang hanya sebentar[26],
19. Mereka kikir terhadapmu[27]. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati[28], dan apabila ketakutan telah hilang[29], mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam[30], sedang mereka kikir untuk berbuat kebaikan[31]. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah.
20. Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi[32], dan jika golongan-golongan (yang bersekutu) itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui[33], sambil menanyakan berita tentang kamu[34]. Dan sekiranya mereka berada bersamamu, mereka tidak akan berperang, melainkan sebentar saja[35].
Catatan Kaki
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin nikmat-Nya kepada mereka dan mendorong mereka untuk mensyukurinya, yaitu ketika datang kepada mereka penduduk Mekah dan Hijaz dari atas mereka, penduduk Nejd dari bawah mereka, dan mereka bekerja sama dan bersekutu untuk memusnahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu pada saat perang Khandaq. Pasukan yang bersekutu itu juga dibantu oleh orang-orang Yahudi yang berada di sekitar Madinah, sehingga mereka datang menyerang kaum muslimin dalam jumlah yang besar. Ketika itu parit telah dibuat di sekitar Madinah, dan musuh telah mengepung Madinah, keadaan pun menjadi parah sampai hati mereka menyesak ke tenggorokan dan banyak yang berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah karena mereka melihat sebab-sebab kehancuran mereka dari berbagai arah, dan pengepungan itu terus berlalu dalam beberapa hari.
[2] Ayat ini menerangkan kisah Ahzab, yaitu golongan-golongan yang dihancurkan pada perangan Khandaq karena menentang Allah dan Rasul-Nya. Yang dimaksud dengan tentara yang tidak dapat kamu lihat adalah para malaikat yang sengaja didatangkan Allah untuk menghancurkan musuh-musuh-Nya itu.
[3] Dari atas lembah dan dari bawahnya, dari timur dan barat.
[4] Melihat musuh ada di berbagai arah.
[5] Maksudnya ialah menggambarkan bagaimana hebatnya perasaan takut dan perasaan gentar pada waktu itu.
[6] Seperti menyangka bahwa Allah tidak akan memenangkan agama-Nya dan tidak akan meninggikan kalimat-Nya.
[7] Agar tampak jelas, siapa yang ikhlas dan siapa yang tidak.
[8] Ketika itu kelihatan sekali –wal hamdulillah- keimanan kaum mukmin, iman mereka menjadi bertambah dan keyakinan mereka meningkat sehingga mereka mengungguli kaum mukmin di masa lalu dan di masa mendatang. Ketika itu, kaum mukmin berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Peristiwa itu malah menambah iman mereka. Berbeda dengan orang-orang munafik, mereka malah berkata, “Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada Kami hanya tipu daya belaka.
[9] Yakni lemah keyakinannya.
[10] Inilah kebiasaan orang-orang munafik ketika menghadapi cobaan, imannya tidak kokoh, dan melihat dengan pandangannya yang pendek kepada keadaan saat itu.
[11] Yaitu kaum munafik. Ketika mereka keluh kesah, kurang kesabarannya, sehingga menjadi orang-orang yang mengendorkan semangat kaum mukmin.
[12] Mereka melupakan nama yang baru bagi kota itu, yaitu Madinah. Hal ini menunjukkan bahwa agama dan persaudaraan iman tidak memiliki arti apa-apa dalam hati mereka.
[13] Ke rumah-rumahmu di Madinah. Ketika itu mereka keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke gunung Sila’ yang berada di luar Madinah untuk berperang. Golongan kaum munafik ini adalah golongan yang paling buruk dan paling merugikan, melumpuhkan jihad dan jelas sekali, bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan musuh. Selain golongan ini ada pula golongan yang lain, yang berada di belakang, mereka berada di belakang karena rasa takut dan sifat pengecut, mereka lebih suka di belakang barisan, sehingga mereka mengemukakan berbagai alasan yang batil agar dimaafkan sebagaimana yang dijelaskan dalam lanjutan ayat di atas.
[14] Yakni dalam bahaya, dan kami mengkhawatirkan serangan musuh terhadapnya, sedangkan kami tidak berada di sana. Oleh karena itu, izinkanlah kepada kami untuk pulang, agar kami dapat menjaga rumah kami. Ucapan mereka ini sebagaimana dalam ayat di atas adalah dusta. Iman mereka lemah, dan tidak kokoh ketika menghadai fitnah.
[15] Yang dimaksud dengan melakukan fitnah ialah murtad, atau memerangi orang Islam.
[16] Mereka tidak memiliki kekuatan dan kekokohan di atas agama, bahkan dengan berkuasanya musuh, mereka segera memberikan apa yang musuh inginkan. Seperti inilah keadaan mereka. Padahal, mereka telah berjanji kepada Allah untuk tidak mundur, sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.
[17] Kepada mereka sambil mencela mereka dan memberitahukan, bahwa hal itu tidaklah berfaedah apa-apa bagi mereka.
[18] Meskipun kamu berada di rumahmu, niscaya orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh akan keluar juga ke tempat mereka terbunuh. Sebab hanyalah bermanfaat jika tidak berbenturan dengan qadha’ dan qadar, akan tetapi apabila berbenturan dengan qadar, maka segala sebab akan lenyap, dan semua wasilah (sarana) yang disangka seseorang bermanfaat akan sia-sia.
[19] Ketika kamu melarikan diri agar selamat dari mati atau terbunuh, lalu kamu dapat bersenang-senang di dunia.
[20] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan, bahwa semua sebab tidaklah berguna bagi seorang hamba apabila Allah menghendaki bencana atas dirinya.
[21] Karena sesungguhnya Dialah Allah yang memberi dan menghalangi, yang memberi manfaat dan yang menimpakan madharrat; tidak ada yang mendatangkan kebaikan selain Dia dan tidak ada yang dapat menghindarkan bencana selain Dia.
[22] Yang memberi manfaat kepada mereka.
[23] Yang menghindarkan bahaya.
[24] Oleh karena itu, hendaklah mereka menaati Tuhan yang sendiri mengatur segala urusan, yang kehendak-Nya berlaku, qadar-Nya berjalan, dan tidaklah bermanfaat pelindung dan penolong jika Dia tidak melindungi dan menolong.
[25] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam orang-orang yang menghalang-halangi dan mengendorkan semangat kaum muslimin.
[26] Karena riya’ atau sum’ah. Mereka adalah orang yang paling ingin tidak ikut berperang karena tidak adanya pendorong untuk itu, yaitu iman dan sabar, dan adanya hal yang menghendaki untuk bersikap pengecut, berupa kemunafikan dan tidak adanya iman.
[27] Mereka kikir mengorbankan jiwa untuk berperang, dan kikir mengorbankan harta untuknya. Oleh karena itu, mereka tidak berjihad dengan jiwa dan hartanya.
[28] Karena sifat pengecut yang mencopot hati mereka dan gelisah yang membuat mereka lupa segalanya dan takut jika mereka dipaksa untuk hal yang mereka benci, yaitu perang.
[29] Keadaan menjadi aman dan tenteram, atau ghanimah telah diperoleh dan berhasil dikumpulkan.
[30] Mereka akan berbicara dengan kata-kata yang keras dan mengemukakan dakwaan yang tidak benar. Ketika itu, mereka tampil seakan-akan sebagai orang-orang yang berani.
[31] Mereka tidak mau mengorbankan milik mereka sedikit pun, tetapi mereka menuntut ghanimah. Ini adalah keadaan yang sangat buruk yang ada dalam diri seseorang. Kikir untuk berbuat yang diperintahkan, kikir mengorbankan harta di jalan Allah, kikir mengorbankan jiwa di jalan Allah, kikir dengan apa yang ada padanya, seperti kedudukannya sehingga tidak mau membantu orang lain, kikir dengan ilmunya, nasihatnya dan pendapatnya sehingga tidak memberikannya kecuali jika ia memperoleh keuntungan. Berbeda dengan orang-orang mukmin, Allah menjaga mereka dari kekikiran diri mereka, diberi-Nya mereka taufik untuk mengerjakan apa yang diperintahkan, mereka rela mengorbankan jiwa dan harta mereka di jalan-Nya untuk meninggikan kalimat-Nya, mereka senang memberikan harta mereka pada pos-pos kebaikan, demikian pula memberikan bantuan kepada orang lain dengan kedudukan dan ilmu mereka.
[32] Kembali ke Mekah, karena takut kepada mereka.
[33] Mereka tidak ingin tinggal di Madinah dan tidak ingin dekat dengannya, dan ingin bersama dengan orang-orang Arab baduwi.
[34] Tentang perlawananmu dengan orang-orang kafir.
[35] Karena riya’ atau takut celaan.

di 06.49
Diunduh Oleh: Suyono S. Adiraharja. E-mail: bisarumangsa@gmail.com